SEJARAH BERDIRI SMP ALOYSIUS NIKI-NIKI.
Niki-niki sebuah kota kecil di pedalaman Pulau Timor. Dulu menjadi pusat kerajaan Amanuban. Di sinilah raja Amanuban, Dinasti Nope tinggal dan memerintah rakyat Amanuban sebelum akhirnya takluk pada Belanda. Terletak 27 kilometer arah timur Soe, Ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, pada poros jalan utama trans Timor.
Di kota kecil Niki-niki ini hidup dan berkembanglah Gereja Katolik Paroki Santo Arnoldus Janssen dan Santo Yoseph Freinademetz (ARYOS) Niki-niki yang menjadi bagian utuh Keuskupan Agung Kupang. Di dalam rahim Gereja Katolik Aryos inilah lahir dua lembaga pendidikan Katolik, SD Yaswari Niki-niki III dan SMP Santo Aloysius Niki-niki, yang kini menapaki usia emas (50 tahun).
PENDIDIKAN KATOLIK
Kerja keras dan pengorbanan, bahkan air mata dan darah yang dilandasi iman yang kokoh akan Yesus Kristus menjadi dasar dan semangat awal kedua lembaga ini. Niki-niki yang masih sederhana, kering kerontang, dan jauh tertinggal tidak menjadi alasan untuk mundur. Malah semangat untuk menghadirkan nilai pendidikan pada umumnya dan pendidikan Katolik pada khususnya di bumi cendana wangi ini melecut iman dan kerja keras para pejuang dan pendiri. Semangat para Misionaris (Uskup dan Imam), serta para awam Katolik untuk menanamkan nilai-nilai iman di Timor Tengah Selatan menjadi motivasi yang tiada habis-habisnya. Salah satu wadah untuk menanamkan nilai-nilai iman itu adalah melalui jalan pendidikan. Bapak Uskup Dioses Atambua yang pada era 1960-an melayani juga umat di Timor Tengah Selatan menyadari pentingnya mendirikan sekolah Katolik di Niki-niki. Bersamaan dengan itu pada tahun 1959, Peraturan Pemerintah Indonesia No 10 memberikan kebebasan kepada orang-orang berkebangsaan China untuk kembali ke negeri asalnya. Sekolah-sekolah untuk anak-anak China pun ditutup. Sebagian warga turunan China (Tionghoa) ada yang memilih untuk tetap tinggal di Indonesia. Mereka yang memilih untuk tinggal mendesak seorang tokoh masyarakat Tionghoa yang beragama Katolik, Bapak Yoseph Anton Wun Pean Man untuk segera mendirikan sekolah Katolik guna menampung siswa-siswa dari sekolah China yang ditutup. Atas restu Yang Mulia Mgr Theodorus Van den Tillaart SVD, Uskup Dioses Atambua, maka Pater Cornelis W. Kooy SVD, Pastor Paroki Niki-niki saat itu, dan Bapak Yoseph Anton Wun Pean Man mendirikan SD Katolik Yaswari Niki-niki III. Tepat pada tanggal 1 Agustus 1960, berdirilah SDK Yaswari Niki-niki III di atas tanah, gedung dan segala perabotan mantan sekolah China yang tadinya ditutup.
Seminggu kemudian, tepatnya 8 Agustus 1960, SMP Katolik Santo Aloysius pun didirikan berkat kerja keras Bapak Yoseph Wun Pean Man dan Guru muda berbakat Sebastianus Fouk Runa. Guru Sebastianus Fouk Runa diberi mandat langsung oleh Uskup Theodorus untuk menjalankan misi pendidikan Katolik di Niki-niki.
Bapak Wilfridus Tjung, Bapak Yohanes Lay A Siu, Saudara Rafael Talan, Saudara Nikolas Gia, dan Bapak Boas Puay turut membantu dalam pendaftaran siswa baru. Pada tahun ajaran pertama 1960/1961 sekolah ini dimulai dengan sebelas siswa. Sungguh sebuah kenyataan awal yang penuh perjuangan dan air mata. Namun toh sejarah telah dimulai. Pendidikan Katolik di bumi cendana wangi harus tetap tumbuh dan berkembang. Bumi cendana pun ingin mewangi dengan sentuhan tangan karya Gereja Katolik. Alhasil kedua lembaga pendidikan ini masih terus berdiri tegak, tumbuh dan mewangi di persada cendana wangi.
SD Katolik Yaswari III dan SMP Katolik Santo Aloysius terus berkembang dengan berbagai prestasi. Dengan semangat iman yang total, para guru bahu-membahu memajukan kedua lembaga ini. Pada tahun 1965, ketika SDK Yaswari Niki-niki III memetik hasil angkatan sulungnya, para siswanya meraih prestasi gemilang dengan lulus 100%. Bahkan salah satu siswanya meraih nilai tertinggi se Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sebagai hadiahnya, Bapak Kusa Nope, Bupati Timor Tengah Selatan saat itu langsung menerbitkan Surat Keputusan subsidi untuk SDK Yaswari III. Prestasi yang sama juga ditorehkan oleh SMPK Santo Aloysius ketika mengikuti ujian akhir pertama tahun ajaran 1962/1963di Soe, ibu kota Timor Tengah Selatan. Seorang siswanya Tan Iu Leang keluar sebagai bintang pelajar seluruh Kabupaten Timor Tengah Selatan. Walaupun baru didirikan pada masa sulit itu, kedua lembaga ini telah mampu tumbuh mekar mewangi di bumi cendana Timor Tengah Selatan. Selain prestasi awal tadi, ada begitu banyak prestasi yang sudah mekar mewangi dari kedua lembaga ini, terutama lewat ribuan alumnus yang lahir dari rahim kedua sekolah Katolik ini.
Patutlah dikenang di sini jasa para pendiri dan pejuang, serta kepala sekolah dari kedua lembaga ini. SDK Yaswari Niki-niki III sejak berdirinya dipimpin oleh Bapak Willem Bana, Bapak Poly Lalek, Bapak Agustinus Ladjar, dan Bapak Eduardus Fallo. Saat ini [2010/2011] SD Katolik Yaswari Niki-niki III dipimpin oleh Ibu Lusia Nell Misa, A.Ma.Pd.
SMP Katolik Santo Aloysius yang berdiri tegak di bukit karang Eusleu Niki-niki ini juga memiliki sederet nama yang menjadi pejuang dan kepala sekolah yang turut membesarkan lembaga ini. Setelah pejuang awal Bapak Sebastianus Fouk Runa, ada beberapa figur yang membesarkan almamater Aloysius. Mereka adalah Bapak Emanuel Suranto, Bapak Ferdi Amleni, Bapak Cornelis Ninu, Romo Laurens Riberu Pr, Bapak Ignasius Suyatno, dan Bapak Agustinus Kobesi. Dua periode terakhir, Sekolah kebanggaan umat Paroki Niki-niki ini dipimpin oleh Sr. Marselina Betti, RVM dan terakhir Sr. Hildegardis Timuneno, RVM yang masih menjabat sebagai kepala sekolah hingga saat ini.
Sebagai lembaga pendidikan yang bernafaskan iman katolik, kedua lembaga ini tetap berpijak pada nilai dan prinsip kekatolikan. Disciplina et Moralita Christi, kedisiplinan dan Moralitas Kristuslah yang menjadi roh penggerak bagi kedua lembaga ini. Kehadirannya di tengah pluralitas masyarakat Timor Tengah Selatan juga memberi keterbukaan bagi segenap lapisan masyarakat Timor Tengah Selatan dan sekitarnya. Keterbukaan ini terlihat dalam kehadiran para siswa yang berasal dari berbagai lapisan dan latar belakang suku, dan agama. Keterbukaan sebagai nafas yang keluar dari sifat kekatolikan Gereja ini, nampak pula dalam kebersamaan di tengah masyarakat. Kedua lembaga ini turut menyumbang demi pembangunan manusia dan masyarakat Timor Tengah Selatan. Ribuan alumnus kedua sekolah ini tidak saja menyebar di Kabupaten Timor Tengah Selatan, melainkan juga di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri.
Di tengah perkembangan Gereja Katolik, kedua lembaga kebanggaaan umat Paroki ARYOS Niki-niki ini telah melahirkan kader-kader awam demi pelayanan Gereja. Yang istimewa pula yakni dari rahim kedua sekolah ini, lahirlah puluhan alumnus yang menjadi imam, bruder, suster, dan frater. Di tengah kesederhanaan Niki-niki, kedua “biji mata” Gereja Katolik Niki-niki terus mekar mewangi laksana cendana di atas cadas.