Detail Berita

MERAIH MIMPI (cerpen)

Jumat, 11 Februari 2022 07:31 WIB
699 |   -

 

(Ibu Diana Maria Adriana; Guru Bahasa Indonesia di SMPK St. Aloysius Niki-Niki.Ia terkenal dengan nama pena: KRIWULITA. Ia adalah lulusan Sarjana Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ia banyak menulis cerpen dan puisi serta kisah-kisah sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tulisan-tulisannya akan dipublikasikan dalam berita sekolah ini. Kiranya mengispirasi para pembaca, terutama peserta didik agar bisa mengembangkan bakat menulis

Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), aku memang suka sekali melihat ibu atau pak guru ketika mengajar di depan kelas. Ketika mereka merangkai huruf demi huruf menjadi sebuah kata. Bukan hanya aksara-akasa yang mereka goreskan, tetapi angka-angka juga senantiasa mewarnai blackboard yang terpajang di kelasku.

Ketika dengan vokal lembutnya mereka melafalkan aksara-aksara dan angka-angka itu, aku begitu terkesima. Timbul sebua tanya, apakah kelak aku bisa seperti mereka. Mendapat kesempatan mendidik anak-anak yang haus akan pendidikan, perubahan, dan mampu mengantar mereka ke pintu kesuksesan.

Ketika pelajaran usai, kulihat jari-jari lembut itu ternoda dengan kapur tulis yang meninggalkan bekas putih itu.

Setiap pulang sekolah, selalu kupastikan ada sebatang kapur tulis yang kubawa pulang. Aku mengambilnya tanpa sepengetahuan guru-guruku. Benda berbentuk Panjang dengan ujung sedikit runcing itu seakan menjadi teman yang setia menemaniku perjalanan pulangku.

Ketika tiba di rumah, seusai makan siang aku mulai menyusun drama monolog singkat. Saat tidur siang itulah, aku mengunci diriku dalam kamar. Papan pintu kamarku yang terbuat dari tripleks menjadi objek untuk aku mendemonstrasikan naskah singkatku. Aku mulai menirukan gaya ibu dan pak guru mengajari kami seperti biasa. Tak lupa kububuhkan nada dan ekspresi berisi ketegasan. Aku mulai mencoret-coret diding pintu tak berdosa dengan angka dan aksara. Terkadang, volume suaraku yang kuatur supaya tidak terlalu menimbulkan keributan itu, akhirnya terlepas ketika aku sudah mulai menjiwai peran singkatku itu.

“Nona, belum tidur?’ suaraku Ibuku mengagetkanku. Kapur dalam genggamanku terjatuh. Aku seperti pencuri yang tertangkap basah. Sebelum Ibu benar-benar memastikan aktivitas apa tengah kulakukan, kuhentikan drama monolog singkat itu,  Kuerebahkan tubuhku di atas kasur berukuran lebar 90 cm dan panjang 200 cm yang sudah keropos itu. Pikiranku terarah ke masa depan yang jaraknya masih jauh di seberang. Aku membanyakan bisakah aku menjadi seorang guru yang bisa mengubah masa depan negeri ini. Negeri yang semakin hari semakin carut marut. Pendidikan seakan menjadi barang mahal yang tak mampu dibeli oleh kaum lemah. Kemiskinan, pertumpahan darah, tangis kelaparan, kriminalitas, seakan tak menemui titiknya. Bayang-bayang itu perlahan menenggelamkan aku pada lautan mimpi.

Rutinitas itu kulakoni selama enam tahun aku menuntun ilmu di bangku sekolah dasar.

Ketika anak-anak seusiaku asyik bermain permainan tradisional seperti lompat tali, petak umpet, congklak, dan permainan lainnya, sedangkan aku menikmati permainan yang kuciptakan sendiri, bermain drama monolog menjadi seorang guru. Kebiasaan itu, mulai kutinggalkan ketika aku memasuki bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Di akhir perkuliahanku, ada satu mata kuliah “Pembelajaran Sastra”, di mana kami harus mengajar di depan teman-teman kuliah. Moment itu manghantar aku mengenang kembali masa kecilku dulu.

Itulah moment pertama mengajar secara formal. Dan masih kuingat komentar salah satu temanku, “Kriwul cocok jadi guru, asalkan jagan galak-galak ya!” Tanggapan itul menjadi salah satu motivasi hingga akhirnya kuputuskan menjadi seorang guru.

Setelah menamatkan Pendidikan S-1ku, akhirnya aku mendapat panggilan interview dari salah satu sekolah swasta. Ketika diwawancarai, pihak sekolah tidak mempersoalkan gelarku yang bukan S.Pd, yang terpenting  adalah aku suka mengajar, dan tentu saja aku menyukainya. Sejak saat itulah, sebutkan guru menjadi bagian dari hidupku.

Teruntuk semua insan bergelar GURU . . . .


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini