Waktu berjalan begitu cepat dan tanpa terasa saya telah berjalan, berkarya dan mengabdi di sekolah ini, SMPK ST. ALOYSIUS NIKI-NIKI selama enam (6) tahun. Sedikit melihat kembali ke putaran waktu 6 Tahun lalu. Penugasan di sekolah ini beriringan dengan rahmat tabisan imamat yang kami terima dari urapan tangan Nuntio Apostolik/Duta Besar Vatikan untuk Republik Indonesia, Mgr. Guido Filipazzi, pada 08 Desember 2015, di Taman Ziarah Oebelo Kupang. Setelah tabisan, kami diminta untuk bersabar dan menanti tempat tugas; maka kami kembali ke tempat praktek diakonat kami. Waktu itu saya melakukan praktek Diakonat di SMPK Sint Vianney Soe dan Paroki Mater Dolorosa Soe. Kurang lebih 3 Minggu kemudian, tepatnya Tanggal 19 Januari 2016, terbit Surat Keputusan/SK Ketua Yayasan Swastisari Keuskupan Agung Kupang bahwa saya dimutasikan dari SMPK Sint Vianney Soe dan menjadi Kepala SMPK St. Aloysius Niki-Niki. Seminggu kemudian, tepatnya Hari Selasa, Tanggal 26 Januari 2016, bertempat di Aula/Gereja lama Paroki Madros Soe, kami dilantik menjadi Kepala Sekolah oleh Ketua Yayasan Swastisari Keuskupan Agung Kupang, Romo Hironimus Pakaenoni,Pr.Lic.Theol. Kemudian, Tanggal 28 Januari 2016 saya datang ke Niki-Niki, melapor diri kepada Pastor Paroki, Rm Marsel Seludin. Selanjutnya Tanggal 29 Januari 2016, saya mempersembahkan perayaan ekaristi di aalmamater tercinta, SMPK St. Yoseph Freinademetz Kapan, sekaligus memperingati Pesta Pelindung sekolah. Dan Senin, 01 Februari 2016 saya datang dan memperkenalkan diri sekaligus melihat lingkungan sekolah dan sekitarnya. Akhirnya secara de jure/sah terjadi pada Tanggal 02 Februari 2016, di mana saat itu dilakukan acara serahterima jabatan Kepala sekolah, dari pejabat lama, Sr. Hildegardis Timuneno, RVM. Acara serahterima dihadiri Ketua yayasan swasatrisari KAK, Pelaksana Harian Wilayah TTS, Romo Ade Udjan,Pr, Pastor Paroki ARYOS Niki-Niki, Rm, Marsel Seludin,Pr, Romo Yared Munah,Pr,Ketua Komite dan seluruh perangkatnya, pemerintah kecamatan dan kelurahan, seluruh guru dan pegawai.
Rangkaian acara waktu itu berupa sambutan-sambutan, ketua yayasan, pastor paroki, komite, pemerintah, pejabat lama dan baru; setelah itu dilanjutkan dengan foto bersama dan resepsi. Terhitung saat itu, saya sah dan resmi menahkodai lembaga ini.
Apa yang harus dibuat? Mulai dari mana? Saya teringat akan dua orang murid pertama dari Tuhan Yesus. Ketika mereka melihat Yesus dan mengikutinya, Yesus berbalik dan bertanya kepada mereka: “Apa yang kamu cari?” jawaban mereka pun dalam bentuk pertanyaan kepada Tuhan Yesus: “Rabi (artinya:Guru), di manakah Engkau tinggal?” Ia berkata kepada mereka: “ MARILAH DAN KAMU AKAN MELIHATNYA.” Berbeda dengan dua murid yang begitu terpesona dan terhipnotis oleh sosok Yesus yang begitu fenomenal; sehingga mereka begitu bersemangat untuk lebih mengenal dan mau mengikuti Yesus. Namun Yesus tidak menanggapi pertanyaan mereka dengan memberikan suatu deskripsi yang menjelaskan di manakah Yesus tinggal, Yesus justru mengundang para murid untuk datang dan melihat, merasakan dan mengalami di mana dan seperti apa Yesus dan karya-Nya. Mungkin gambaran tentang dua murid ini juga sedikit menggambarkan tentang situasi yang saya alami. Situasi yang dialami oleh kedua murid ini pun saya alami di awal masa tugas saya. Tentang Niki-Niki sendiri empat/4 kali saya datangi, itu pun saat masih Frater. Tetapi tentang sekolah ini, SMP ST. ALOYSIUS sendiri saya tidak ada bayangan sama sekali. Maka wajar kalau saya pun bertanya-tanya, seperti apakah situasi di sekolah ini?
Maka terminology yang pas dan cocok bagi saya waktu itu adalah: “Datang dan liat”. Karena bagi saya, jabatan kepala sekolah tidak pernah terlintas dalam pikiran. Cita-cita terbesar saya adalah menjadi seorang imam. Namun pada akhirnya harus mengemban tugas lagi sebagai kepala sekolah tentunya satu momen yang luar biasa. Secara pribadi saya tidak berbangga dengan jabatan tersebut. Karena memang saya membayangkan bagaimana rumit dan ruwetnya menjadi seorang pemimpin. Siapa yang bilang menjadi pemimpin itu gampang? Kalau sekedar menjadi pemimpin tentu banyak orang ingin menjadi pemimpin,. Akan tetapi menjadi pemimpin yang benar-benar pemimpin, itu bukanlah hal yang mudah. Mungkin secara teori, saya sangat paham, mengerti tetapi secara praktik harus butuh pengalaman. Maka benarlah kata Warren Bennis: “LEADERSHIP CAN’T BE TAUGHT, BUT IT CAN BE LEARNED”. Kepemimpinan tidak dapat diajarkan, tetapi dipelajari. Artinya, saya bisa saja mengajarkan tentang kepemimpinan, tetapi bukan kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan yang ideal adalah dipelajari oleh seorang pemimpin melalui pengalamannya. Factor pengalaman inilah yang menjadi masalah terbesar saya. Tapi memang saya harus jujur dan katakana bahwa saya adalah pemimpin pembelajar; pemimpin yang mau belajar, tidak malu untuk bertanya kepada guru-guru senior yang sudah lama mengabdi di sekolah ini dan mengetahui banyak hal tentang sekolah ini da nisi dalamnya. Dan inilah salah satu kekuatan terbesar yang saya alami selama masa kepemimpinan ini.
Seiring berjalannya sang waktu, perlahan-lahan saya melihat dan mengalami sendiri, situasi dan kondisi dalam lingkungan sekolah. Pertama-tama saya belajar dan memahami tentang tiga (3) kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah yakni kompetensi supervisi, manajerial dan pengembangan kewirausahaan. Ketiga kompetensi ini dijabarkan dalam delapan (8) standar Nasional Pendidikan Indonesia, yaitu: Standar Isi (SI); Standar Proses (SP), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SPTK), Standar Sarana dan Prasarana (SSP), Standar Pengelolaan (SPl), Standar Pembiayaan (SPb), Standar Penilaian Pendidikan (SPP). Ke-3 aspek di atas dan jabarannya dalam 8 standar pendidikan ini adalah dapurnya sekolah. seorang kepala sekolah setiap hari hanya berkutat dengan hal-hal di atas. Ini semacam pedoman kerja bagi kepala sekolah. Kelihatannya gampang dan mudah, tetapi dalam pelaksanaanya tidak semudah yang dibayangkan. Dibutuhkan ketekunan dan kesabaran untuk memperlajari, mempedomani dan kemudian dilaksanakan dalam tindakan nyata.
Dari ke-3 aspek dan juga 8 standar pendidikan di atas, saya akan membagikan beberapa pengalaman:
ANTARA IMAM DAN KEPALA SEKOLAH
Sehari setelah dilantik, tepatnya tanggal 27 Januari 2016, saya ada seorang teman yang memposting foto tentang acara pelantikan kami. Ada satu komentar menarik: ‘apakah para romo dulu sekolah tentang menjadi kepala sekolah’? Pertanyaan yang biasa, namun maknanya mendalam. Di satu sisi seolah kami tidak layak, mungkin dalam pandangan umum banyak orang, bahwa imam/romo yah ditabiskan untuk menjadi imam, pimpin misa dan doa, dan lain-lain, sedangkan urusan seperti menjadi guru/kepala sekolah itu tidak boleh. Saya sendiri pun mengalami situasi tersebut. Saya lebih enjoy dan nyaman kalau bertugas di paroki/Kapela/stasi, dan itu menurut saya sangat fleksibel dalam mengatur waktu. Sedangkan jikalau di sekolah, semua harus mengikuti waktu dan aturan pemerintah/yayasan. Akan tetapi karena ketaatan, apapun tugas dan tanggung jawabnya memang harus diterima dan dikerjakan. Kadang sebagai manusia pasti mengeluh karena capek, lelah. Harus pandai-pandai membagi waktu, antara tugas di sekolah dan tugas pelayanan kepada umat. Semua ada hikmahnya. Dan memang di ujung dari semuanya ini harus bergembira dan bersukacita. Kadangkala rasa capek dan lelah akan hilang ketika menyaksikkan keceriaan anak-anak didik yang tertawa dan berlari tanpa merasa ada beban, atau rasa capek dan lelah akan hilang ketika mendapatkan sambutan hangat nan sederhana dari umat di pedalaman, hidangan minuman dan makanan ala kampong, atau sirih pinang yang kadang memabukkan.
TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN
Saya membagi tenaga pendidik dan kependidikan menjadi 2 generasi, yakni generasi awal dan generasi saat saya mulai bekerja. Terdapat beberapa guru senior, yang saat saya masuk mereka masih mengabdi di sekolah ini. Namun seiring berjalannya waktu, ada yang sudah pergi, adayang pensiun dan juga ada yang memutuskan untuk tidak mengabdi lagi dengan alasan tertentu. Dan juga ada satu pekerjaan berat yang saya lakukan saat mulai mengabdi, yaitu mencari guru dan pegawai untuk beberapa mata pelajaran dan juga untuk perpustakaan dan Tata usaha. Dan saat ini, terdapat 4 guru senior dan 1 pegawai yang sudah mengabdi sejak sebelum saya. Sedangkan kebanyakan guru dan pegawai saat ini yang jumlahnya 26 orang, semuanya mulai mengabdi sejak saya menjabat.
Salah satu kerinduan saya adalah skolah ini harus memiliki guru-guru yang memiliki kompetensi di semua bidang; dalam arti mereka tidak hanya mahir sebagai guru di kelas, tetapi juga pendidik di luar kelas. Guru yang hebat adalah guru yang mampu menginspirasi anak didik agar berkembang menjadi peserta didik yang hebat dan terampil, baik di dalam kelas maupun di dalam kelas. Bertolak dari pengalaman saya, dan saya kira sebagian besar anak didik di sekolah ini datang dari situasi keterbatasan, secara ekonomi dan factor-faktor penunjang lain dalam hidup sangat terbatas, namun saya memiliki semangat juang untuk belajar dan bisa menjadi seorang imam berkat didikan para guru yang tidak pernah lelah memberi motivasi setiap saat. Para guru di sekolah ini, semuanya hebat dan luar biasa, tetapi mungkin malu untuk membagikan kemampuannya yang terbaik kepada anak didik. Mungkin saja para guru merasa memberikan pelajaran di kelas sudah menguras tenaga, untuk urusan di luar kelas anak bisa belajar sendiri. Baru-baru dalam Hari Guru Nasional, 25 November 2021, Ketua PGRI dalam sambutannya menggarisbawahi peran guru yang sangat vital bagi pendidikan. Bahawasannya, teknologi secanggih dan semodern apa pun tidak akan pernah menggantikan kehadiran guru di tengah anak didik. Teknologi boleh canggih, namun tidak memiliki hati, hanya seorang guru lah yang punya hati dan bisa merasakan denyut nadi seorang anak didik. Selama masa jabatan kami, berbagai usaha dan cara telah ditempuh untuk mengembangkan kemampuan guru kami. Salah satunya adalah lewat wadah Musyawarah Gguru Mata Pelajaran. Melalui wadah ini guru bisa berbagi pengalaman dan ilmu dengan sesama guru dari sekolah lain.
PESERTA DIDIK
LINGKUNGAN SEKOLAH
Salah satu mimpi besar saya saat masuk ke sekolah ini adalah: warga sekolah tidak boleh berlumpur saat musim hujan dan tidak boleh berdebu saat musim panas. Artinya ketika masuk kompleks sekolah, setiap orang harus merasa nyaman dan gembira, setiap orang harus merasa betah dan nyaman dalam belajar dan bekerja di sekolah ini. Sekolah adalah rumah kedua bagi anak-anak dan juga pegawai dan guru. Sebagaimana kita menginginkan dan mengharapkan suasana seperti apa di rumah kita, situasi yang sama pun harus berlaku di sekolah. oleh karena itu, saya selalu mengajak dan menghimbau seluruh warga sekolah agar merasa memiliki sekolah ini, tidak boleh seseorang merasa bahwa sekolah ini bukan miliknya, sehingga ia berbuat apa saja sesuka hatinya; misalnya membuang sampah di sembarang tempat, membiarkan bunga-bunga tanpa ada inisiatif untuk menyiram atau merawatnya; atau kotoran berupa rumput atau dedaunan yang berserakan hanya bisa dikerjakan kalau diperintah atau disuruh. Saya harus akui bahwa saya bukanlah orang yang memiliki jiwa seni, tetapi untuk menjaga dan mengusahakan kebersihan atau kerindangan dalam lingkungan sekolah tidak membutuhkan seni khusus, yang dibutuhkan hanyalah mau atau tidak untuk melakukan
.
DAN SELANJUTNYA….
Waktu masih akan terus berputar. Dan dalam putarannya kita masih harus ikut berputar lagi. Masih banyak rencana besar yang harus dilanjutkan dan dikerjakan. Semoga sekolah ini makin maju dan berkembang, teristimewa, anak-anak yang bersekolah di tempat ini memiliki masa depan yang cerah, dan kelak mereka akan bercerita dengan bangga penuh derai air mata kebahagiaan bahwa puncak perjuangan, puncak kebahagiaan dalam hidup mereka, tidak pernah terpisahkan dari kisah mereka di sekolah ini. Mereka harus bercerita bahwa mereka bangga memiliki sekolah ini. Cerita kita bersama sang waktu masih harus diteruskan lagi…..
Jadilah yang pertama berkomentar di sini